Bangun lebih pagi menjadi kesehariannya.
Di saat orang-orang masih terlelap, ia sudah bergegas memulai hari. Bukan
pegawai, apalagi orang hebat yang mengenakan dasi. Tetapi sama sama mengais
rezeki, demi istri dan sang buah hati.
Di
sebuah pasar kecil di daerah Bojonggede, “Pasar Desa” itulah sapaannya. Menjadi
tempat mencari rezeki bagi ia dan sebagian orang. Berlomba-lomba mendapatkan rupiah
demi rupiah. Beragam sayur mayur, lauk pauk, hingga pakaian ditawarkan di
dalamnya. Jauh dari kesan mewah dan wah. Kotor dan bau mungkin sudah menjadi
temannya sehari-hari.
Pasar
yang berada di pinggir jalan ini, tak jarang menimbulkan kemacetan. Di setiap
harinya ibu-ibu datang dan memburu sayur serta lauk yang akan dijadikan menu
andalan bagi keluarga. Tawar-menawar menjadi taktik di dalamnya.
“Sin…..asin……asin……,”
begitu teriaknya.
Suara
lantang selalu diserukan Mahdi, si penjual ikan asin. Lewat sebuah kios kecil
yang disewa, ia jajakan barang dagangannya. Beragam ikan asin ditawarkan,
harganya pun bervariasi mulai dari 13.000 hingga 130.000. Ikan asin yang ia
jual selalu diminati oleh para ibu. Selain rasanya yang gurih, ikan asin juga
dapat disajikan sebagai makanan pendamping sayur asam dan sambal terasi.
Ikan
asin yang dijualnya ia dapatkan dari pemasok laut seketeng Bogor. “Awal saya
jualan sih saya datang ke tempatnya langsung buat pilih-pilih ikan asin yang
masih segar, tetapi karena sekarang sudah jadi langganan biasanya mereka
langsung kirim ke tempat saya,” ujarnya.
Berjualan
dari pukul lima pagi hingga lima sore selalu ia lakoni setiap hari. Rasa letih
mungkin selalu datang menghampiri. Namun selalu ia tutupi, lewat simpulan
senyum yang selalu menghiasi. Selain itu, sikapnya yang ramah menjadi cara
memikat pembeli.
Lima
belas tahun menjadi pedagang bukanlah waktu yang singkat. Mengais rezeki,
berlomba-lomba mengadu nasib demi mendapatkan yang tebaik. Suka duka pahitnya
kehidupan telah ia lalui. Merugi dalam jumlah besar bukan hal baru baginya.
Ikhlas, itulah kata dalam setiap langkah semata-mata mencari ridho-Nya.
Diusia
yang telah menginjak kepala lima, tak membuat semangatnya surut. Pengalaman
pahit yang dialami ketika mendapatkan phk, ia jadikan pelajaran. Lewat
pengalaman itu, ia terpacu untuk merangkai masa depan. Bagi Mahdi, “Mau jadi
karyawan mau jadi pedagang sama saja yang penting bisa buat nafkah keluarga dan
sekolah anak,” begitu tuturnya.
Kini
lewat ikan asin ia dapat menyambung hidup. Lewat ikan asin, ia dapat menjalani
kehidupan sehari-hari. Lewat ikan asin pula, ia dapat menafkahi istri. Tak
heran jika ia menyebut ikan asin sebagai si penyambung rezeki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar